Senin, Oktober 25, 2010
Ibnu Firnas, Melakukan Cubaan Pertama Terbang Di Udara
Sekitar 200 tahun setelah Bacon atau 700 tahun percubaan Ibnu Firnas, barulah konsep dan teori pesawat terbang dikembangkan.
Ibnu Firnas atau nama sebenarnya, Abbas Qasim bin Firnas dilahirkan di Ronda, Sepanyol pada tahun 810 M. Dia dikenal sebagai orang Barbar yang ahli dalam bidang kimia dan memiliki daya kreatif dan kerap menciptakan barang-barang berteknologi baru saat itu.
Ilmuwan yang suka bermain muzik dan mengarang puisi ini hidup pada saat pemerintahan Khalifah Umaiyah di Sepanyol (dulu bernama Andalusia). Masa kehidupan Ibnu Firnas sezaman dengan masa kehidupan pemuzik Iraq, Ziryab.
Melakukan Cubaan Pertama Terbang Di Udara
Pada tahun 875 M, Ibnu Firnas telah membuat sebuah model pesawat terbang dengan meletakkan bulu pada sebuah bingkai kayu. Inilah catatan dokumentasi pertama yang sangat lama tentang pesawat terbang.
Setelah menyelesaikan model pesawat terbang yang dibuatnya, Ibnu Firnas mengundang masyarakat Cordova untuk datang dan menyaksikan hasil karyanya itu. Beliau ingin melakukan percubaan terbang dari menara Masjid Mezquita dengan menggunakan sayap atau jubah tanpa lengan yang dipasangkan di tubuhnya.
Warga Cordova saat itu menyaksikan dari dekat menara tempat Ibnu Firnas akan melakukan penemuannya. Namun karana cara meluncur yang kurang baik, Ibnu Firnas terhempas ke tanah bersama pesawat terbang buatannya. Beliau pun mengalami cedera belakang yang sangat parah. Cederanya inilah yang memaksa Ibnu Firnas tidak berdaya untuk melakukan percubaan berikutnya.
Ada catatan yang menyebutkan, Ibnu Firnas lalai memperhatikan bagaimana burung menggunakan ekor mereka untuk mendarat. Beliau pun lupa untuk menambahkan ekor pada model pesawat terbang buatannya. Kelalaiannya inilah yang mengakibatkan beliau gagal mendaratkan pesawat ciptaannya dengan sempurna.
Menara Masjid Mezquita di Cordova saat itu menjadi saksi bisu perwujudan konsep pertama pesawat terbang yang lahir dari pemikiran seorang muslim.
Cedera belakang yang tidak kunjung sembuh mengalihkan tumpuan Ibnu Firnas pada projek-projek penelitian dan pengembangan konsep serta teori dari gejala-gejala alam yang diperhatikannya.
Karya-karya baru pun bermunculan dari buah pemikiran Ibnu Firnas. mulai dari puisi, kimia, sampai astronomi, semuanya dipelajarinya dengan satu tujuan, iaitu mampu memberikan manfaat bagi umat manusia.
Di antara hasil karyanya yang monumental adalah konsep tentang terjadinya halilintar dan kilat, jam air serta cara membuat gelas dari garam. Ibnu Firnas juga membuat rantai rangkaian yang menunjukkan pergerakan benda-benda planet dan bintang. Selain itu, Ibnu Firnas pun menunjukkan cara bagaimana memotong batu kristal yang saat itu hanya boleh dilakukan oleh orang-orang Mesir.
Sayang, tidak lama setelah itu, tepatnya pada tahun 888 M, Ibnu Firnas wafat dalam keadaan berjuang menyembuhkan cedera belakang yang dideritanya akibat kegagalan melakukan pendaratan pesawat terbang buatannya.
Philip Hitti seorang sejarawan Arab berkata: “Ibnu Firnas ialah orang pertama dalam sejarah yang mencipta ilmu pengetahuan tentang pesawat terbang.”
Ketika orang-orang barat mengajar anak-anak mereka mengenai Wright Bersaudara, negara-negara Islam mengajar anak-anak mereka mengenai Ibnu Firnas, seribu tahun sebelum Wright.
Libya mengeluarkan setem sebagai menperingatinya. Iraq membina tugu bagi memperingati dirinya dalam perjalanan ke Lapangan Terbang Antarabangsa Iraq dan Lapangan Terbang Ibnu Firnas di utara Baghdad dinamakan sempena namanya.
Dipetik dari:
Lembaran Hidup Ulama' (2009) karya saya
Ilmuwan Islam - Ibnu Firnas (Melayu)
Abbas Ibn Firnas (Inggeris)
Selasa, Oktober 19, 2010
Risalah Cinta - Said Nursi
Minggu, Oktober 17, 2010
Nasihat Untuk Jamaah-Jamaah Islam
Agama Adalah Nasihat
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Agama adalah nasihat, kami (para sahabat) bertanya: Untuk siapa wahai Rasulullah? Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Untuk Allah, KitabNya, RasulNya dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan orang-orang muslim”. (Riwayat Muslim)
Sebagai aplikasi sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, maka saya ingin menyampaikan nasihat kepada seluruh kelompok dakwah Islam, agar senantiasa berpegang teguh dengan al-Quran dan hadis-hadis yang sahih berdasarkan pemahaman para ulama salaf, seperti: para sahabat, tabi’in, para imam mujtahidin dan orang-orang yang senantiasa meniti jejak mereka.
Kepada Kelompok Sufi
1. Nasihat saya kepada mereka agar mengesakan Allah dalam berdoa dan isti’anah (minta pertolongan), sebagai bentuk perwujudan dari firman Allah : “Hanya engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5). Dan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Doa adalah ibadah”. (HR Tirmizi dan beliau berkata: Hadis hasan sahih).
2. Hendaklah mereka senantiasa mendasari zikir-zikir mereka dengan apa yang ada dalam al-Quran dan sunnah (yang sahih) serta amalan para sahabat.
3. Jangan sekali-kali mendahulukan ucapan syeikh-syeikh melebihi firman Allah dan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah taala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat:1).
Yakni, jangan sekali-kali kalian mendahulukan ucapan atau perbuatan siapapun melebihi firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (tafsir Ibnu Katsir).
4. Hendaklah mereka beribadah dan berdoa kepada Allah dengan rasa takut dari siksa neraka-Nya dan berharap akan syurga-Nya. Firman Allah ta’ala :“Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).” (QS. Al-A’raf : 56).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya meminta kepada Allah syurga dan berlindung denganNya dari neraka.” (HR. Abu Daud dengan sanad sahih).
5. Mereka harus meyakini, bahawa makhluk pertama dari kalangan manusia adalah Nabi Adam ‘alaihi wa sallam, dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk keturunannya, dan semua manusia adalah adalah anak keturunannya, yang Allah ciptakan dari tanah. Allah ta’ala berfirman : “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani.” (QS. Ghafir : 67).
Tidak ada satu dalilpun yang menunjukan bahawa Allah menciptakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari nur (cahayaNya), bahkan yang masyhur bagi semua, bahawa Allah menciptakannya dari kedua orang tuanya.
Kepada Jamaah Tabligh
1. Nasihat saya kepada mereka, agar perpegang teguh dalam dakwahnya dengan al-Quran dan sunnah yang sahih, dan hendaklah mereka belajar al-Quran, tafsir, dan hadis. Sehingga dakwah mereka benar-benar berdasarkan ilmu, sebagaimana firman Allah ta’ala : “Katakanlah : “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (Yusuf: 108).
Dan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya ilmu (bisa diperoleh) hanya dengan belajar.” (Hadis hasan, lihat sahihul jami)
2. Mereka harus berpegang teguh dengan hadis-hadis yang sahih dan menjauhi hadis-kadis yang dhaif (lemah) dan maudu’ (palsu), sehingga mereka tidak masuk pada yang disinyalir Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salla : ”Cukup seseorang dikatakan berdusta jika menceritakan semua apa yang didengarnya.” (HR.Muslim).
3. Kepada al-Ahbab (orang-orang yang saya cintai) agar tidak memisahkan antara amar ma’ruf dan nahi munkar, kerana Allah banyak menyebutkan secara bersamaan dalam ayat-ayat al-Qur’an, seperti firman Allah ta’ala : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepadayang ma’ ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran : 104).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga punya perhatian serius dan memerintahkan kaum muslimin untuk merubah kemungkaran, sebagaimana sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaklah merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka hendaklah merubah dengan tangannya, dan apabila tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR.Muslim)
4. Hendaklah mereka memperhatikan dakwah kepada tauhid dengan serius, dan mendahulukannya atas yang lainnya, demi mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jadikanlah per tama kali yang kalian dakwahkan kepada mereka adalah syahadat (kalimat tauhid) la ilaha illallah.” (HR.Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sampai mereka (benar-benar) mentauhidkan Allah.” (HR.Bukhari).
“Mentauhidkan Allah”, maksudnya adalah : mengesakan Allah dalam semua jenis ibada, lebih-lebih dalam hal Do’a, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Doa adalah Ibadah,” (HR.Tirmidzi. Beliau berkata: Hadis ini hasan sahih).
Kepada Kelompok Ikhwanul Muslimin
1. Hendaklah mereka mengajarkan kepada anggota kelompoknya tauhid dan macam-macamnya, yakni : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma dan sifat, karena itu adalah masalah yang sangat urgent yang berpengaruh pada terwujudnya kebahagiaan individu maupun masyarakat, dari pada sibuk dalam politik praktis dan yang mereka sangka seperti fiqih waki’ (realita –ed). Ini bukan berarti buta dengan keadaan dunia dan manusia, tapi tidak berlebi-lebihan dengannya dan tidak pula menyepelekannya.
2. Hendaklah mereka menjauhi pemikiran-pemikiran sufi yang menyelisihi akidah islam, karena banyak kita jumpai dalam kitab-kitab mereka akidah-akidah sufi yang batil :
a. Lihatlah pimpinan mereka di Mesir, yaitu Umar Tilmisani -semoga Allah mengampuninya- yang banyak menyebutkan dalam bukunya “Syahidul Mihrab” akidah-akidah Sufi yang sangat membahayakan. Di samping membolehkan belajar musik.
b. Inilah Sayyid Quthub -semoga Allah mengampuninya-, menyebutkan dalam kitabnya Zilalul Qur’an” akidah Sufi wihdatul wujud pada awal surat al-Hadid, dan lain sebagainya dari takwil-takwil yang batil. Sungguh saya telah menyampaikannya kepada saudaranya sendiri, iaitu Muhammad Qutub agar mengomentari kesalahan-kesalahan aqidah, karena ia adalah penanggung jawab penerbitan “as-Syuruq”, akan tetapi dia menolaknya dan mengatakan : Saudara saya sendiri yang akan menanggungnya. Dan syaikh Abdul Latif Badr, penanggung jawab majalah at-Tau’iyah di Mekah menyarankan kepadaku agar saya mendatanginya lagi.
c. Lihatlah Said Hawa -semoga Allah mengampuninya-, beliau menyebutkan dalam kitabnya “Tarbiyatuna ar-Ruhiyat” akidah-akidah Sufi, sebagaimana sudah disebutkan diawal kitab2.
d.Dan lihatlah pula syaikh Muhammad al-Hamid dari Siria, dia menghadiahkan kepadaku buku yang berjudul “Rudud Ala Abatil”. Dalam buku ini ada pembahasan-pembahasan yang baik, seperti pengharaman rokok dan lainnya. Akan tetapi dia juga menyebutkan bahawa di sana ada Abdal, Aqthab dan Aghwats3, tapi tidaklah dinamakan al-Ghauts kecuali apabila bisa dimintai pertolongan!!!. Padahal meminta kepada al-Ghauts dan al-Aqthab adalah termasuk syirik yang menghapus amalan. Dan ini adalah pemikiran Sufi yangbatil yang diingkari oleh syariat Islam.
3.Jangan sampai mereka dengki kepada saudara-saudara mereka dari salafiyyah yang senantiasa berdakwah kepada tauhid dan memerangi bid’ah, serta berhukum kepada al-Quran dan sunnah, sebab mereka adalah bersaudara. Allah ta’ala berfirman : “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al-Hujurat : 10). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Kepada Salafiyun dan Ansharussunah al-Muhammadiyah
1.Wasiat saya kepada mereka agar senantiasa konsisten dalam berdakwah kepada tauhid, berhukum dengan apa yang Allah turunkan, dan perkara-perkara penting lainnya.
2.Hendaklah mereka bersikap lemah lembut dalam berdakwah, bagaimanapun lawan yang dihadapinya. Sebagaimana perwujudan firman Allah : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl:125). Dan firman Allah kepada Nabi Musa dan Harun : “Pergilah kamu berdua kepada Fir ‘aun sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS.Toha :43-44). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa yang tercegah dari sifat lemah lembut, niscaya ia tercegah dari segala kebaikan”. (HR.Musliam).
3.Hendaklah mereka sabar terhadap gangguan yang menimpa mereka, karena Allah selalu menyertai mereka dengan pertolongan dengan memberikan kekuatan kepada mereka. Allah ta’ala berfirman : “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan per tolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan jangan kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipudayakan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertawakal dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl : 127-128). Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka lebih utama dari pada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad dll).
4. Orang-orang salafi jangan sampai beranggapan bahawa jumlah orang-orang yang menyelisihi mereka sedikit. Karena Allah ta’ala berfirman : “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS.Saba’ : 13). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Beruntunglah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya siapa mereka ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Mereka adalah orang-orang shaleh yang sedikit di tengah-tengah manusia yang rusak lagi banyak, yang bermaksiat kepada mereka lebih banayak dari pada yang taat kepada mereka”. (HR.Imam Ahmad dan Ibnul Mubarak).
Kepada Hizbut Tahrir
1. Wasiat saya kepada mereka, agar menegakkan hukum islam dan ajarannya pada diri-diri mereka, sebelum menuntut orang lain untuk menegakannya. Sekitar 20 tahun yang lalu, pernah ada 2 orang pemuda dari mereka yang mengunjungiku di Syria, dalam keadaan dicukur janggutnya. Dari keduanya tercium bau rokok, dan meminta kepadaku diskusi dan bergabung dengan mereka. Maka saya katakan kepada mereka, kalian mencukur janggut dan menghisap rokok, padahal keduanya adalah haram menurut syariat. Dan kalian juga membolehkan jabat tangan dengan lawan jenis (yang bukan mahramnya), padahal Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ditusuknya jarum dari besi pada kepala seorang diantara kalian itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya.” (HR.Tabrani). Kedua pemuda tersebut berkata: Diriwayatkan dalam sahih bukhari, bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berjabat tangan dengan wanita ketika baiat?. Maka saya katakan: Tolong esok datangkan kepadaku hadisnya. Maka setelah itu keduannya pergi dan tidak kembali lagi, kerana keduanya berbohong. Kerana Imam Bukhari sama sekali tidak menyebutkan yang demikian, tapi hanya menyebutkan baiat kepada para wanita dengan tanpa jabat tangan. Tapi sungguh aneh sebahagian Ikhwanul Muslimin –juga- membolehkan jabat tangan dengan lawan jenis (yang bukan mahramnya). Seperti Syaikh Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi -semoga Allah mengembalikan mereka ke jalan yang benar- sebagaimana yang saya katakan ketika saya berdialog dengannya. Dia berdalih dengan hadis seorang budak yang menarik tangan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam agar memenuhi kebutuhannya. (HR.Bukhari). Saya katakan: Cara pengambilan dalilnya tidak benar, karena Jariyah (budak perempuan) ketika menarik Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyentuh tangannya tapi hanya menyentuh lengan baju yang ada ditangannya. Kerana ‘Aisyah berkata:”Sekali-kali tidak, demi Allah “Tangan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyentuh tangan perempuan sedikitpun dalam baiat. Beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah membaiat mereka (para wanita) kecuali dengan ucapannya: Sungguh saya telah membaiat kamu atas yang demikian itu.” (HR.Bukhari). Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya saya tidak pernah berjabat tangan dengan perempuan.” (HR.Tirmizi dan beliau berkata: hadis ini hasan shahih)
2. Saya pernah mendengan ceramah seorang syeikh dari Hizbut Tahrir di Jordan yang membahas tentang para pemimpin yang tidak berhukum dengan dengan hukum Allah. Akan tetapi, takkala saya mendatangi rumahnya, mertuanya mengadu tentang dia kepadaku sambil mengatakan: Sesungguhnya syaikh tadi telah memukul isterinya sampai mengenai matanya dan membekas. Maka saya katakanan kepadanya (syaikh) : Sesungguhnya kamu menuntut para pemimpin untuk menegakkan syariat Allah, tetapi kamu tidak menegakkan syariat dalam rumahmu, apakah benar bahwa engkau telah memukul isterimu sampai mengenai matanya ? maka ia menjawa : Ya, betul tapi hanya pukulan ringan dengan gelas teh.!!. Maka saya katakan ke padanya: Amalkanlah Islam pada dirimu dulu, kemudian setelah itu tuntutlah orang lain untuk mengamalkannya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanaya, apa hak istri atas suami ? beliau menjawab : “Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberi baju apabila engkau mamakai baju, jangan memukul wajah, jangan menjelek-jelekannya dan jangan engkau menghajr (pisah ranjang) kecuali didalam rumah.” (Hadits shahih riwayat al-arba’ah : Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I fan Ibnu Majah). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila seseorang diantara kalian memukul budaknya hendaklah ia menjauhi wajah”. (Hadits hasan riwayat Abu Daud).
Kepada Jamaah Jihad
1. Nasehat saya kepada mereka agar lembut dalam dakwah dan jihad mereka, lebih-lebih kepada para pemimpin. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Musa ketika mengutusnya kepada Fir’aun yang kafir : “Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan).” (QS. An-Nazi’at: 18). Juga firman Allah : “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kapadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Toha: 43-44). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang tercegah dari sifat lemah lembut, niscaya ia tercegah dari segala kebaikan.” (HR.Muslim).
2. (Hendaklah -ed) memberikan nasihat kepada kaum muslimin dan pemimpin mereka, dengan cara membantu mereka dalam kebaikan, mentaati mereka dalam kebaikan, memerintahkan mereka dengan kebaikan, melarang mereka dan mengingatkan mereka dengan lemah lembut dan tidak keluar menghadap mereka dengan pedang (memberontak), apabila mereka berbuat zholim atau jahat. (Silahkan telaah ucapan al-Khatabi dalam Syarah Arba’in Haditsan). Imam Abu Ja’far at-Thahawi penulis kitab Aqidah Thahawiyah berkata : Kami memandang, tidak boleh keluar/memberontak kepada imam dan para pemimpin kita walaupun mereka berbuat zhalim, tidak mendoakan keburukan kepada mereka, tidak mencabut tangan dari ketaatan pada mereka. Dan kami memandang, bahwa taat kepada mereka adalah bagian dari ketaatan kepada Allah ta’ala dan wajib mentaati mereka selama tidak memerintahkan maksiat. Bahkan kami senantiasa mendoakan kepada mereka dengan kebaikan dan keselamatan.
a. Allah ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59).
b. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barang siapa taat kepada amir, berarti ia taat kepadaku, dan barangsiapa bermaksiat kepada amir berarti ia bermaksiat kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
c. Dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu beliau berkata : “Kekasihku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada ku agar saya mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun ia seorang budak Ethiopia lagi cacat anggota tumbuhnya.” (HR. Muslim).
d. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bagi tiap orang wajib mendengar dan taat (kepada pemimpin) pada saat senang dan benci, kecuali apabila diperintah untuk bermaksiat, maka apabila dipertahankan untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
e. Dari Khudzaifah bin Yaman radhiyallahu’anhu beliau berkata : “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan saya bertanya kepadanya tentang kejelekan karena khawatir akan menimpaku, saya bertanya: Wahai Rasulullah, kita dahulu berada dalam jahiliyah dan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kita. Apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya ada. Saya bertanya : Apakah setelah kejelekan akan datang kebaikan lagi ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya ada, tapi didalamnya terdapat dakhan/kekeruhan. Saya bertanya : Apa dakhannya ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Yaitu ada suatu kaum yang mengambil dengan selain sunnahku dan mengambil petunjukku. Engkai mengetahui mereka dan engkau mengingkarinya. Saya bertanya : Apakah setelah kebaikan seperti ini akan ada kejelekan ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya, yaitu para da’i yang mengajak ke pintu-pintu beraka Jahanam. Siapa yang menyambutnya niscaya akan dilemparkan kedalamnya. Saya bertanya : Wahai Rasulullah, jelaskan kepada kita ciri-ciri mereka : Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Mereka adalah, kaum dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita. Saya bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana nasehatmu jika kita mendapati yang demikian itu ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Engkau konsisten bersama jama’ah kaum muslimin dan imam mereka. Saya bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah dan tidak pula imam ? Beluai Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Tinggal kan seluruh kelompok-kelompok yang ada, walaupun engkau harus menggigit akar pohon sampai ajal menjemputmu dan engkau dalam keadaan demikian.” (HR. Bukhari dan Muslim).
f. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ” Barang siapa melihat pada amirnya suatu yang ia benci, hendaklah ia sabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri satu jengkal dari jama’ah dan ia mati, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.” (HR.Bukhari dan Muslim).
g. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sebaik-baik pimpinan bagi kalian adalah : Pemimpin yang kalian cintai dan merekapun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan merekapun mendoakan kalian. Dan sejelek-jelek pemimpin bagi kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan merekapun membenci kalian. Kami bertanya : Wahai Rasulullah apakah kita tidak mengangkat pedang (memberontak) saja pada saat demikian ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : jangan memberontak, selama mereka mendirikan sholat bersama kalian. Ketahuilah, barangsiapa dipimpin wali (pemimpin) dan ia melihatnya bermaksiat kepada Allah, maka hendaklah ia membenci maksiat yang dijalannya, dan jangan sekali-kali mencabut ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim).
h. Dalil-dalil al-qur’an dan sunnah menunjukan akan wajibnya taat kepada ulil amri selama tidak memerintahkan maksiat. Renungkan lah firman Allah berikut : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 59). Kenapa Allah berfirman “dan taatilah ulil amri diantara kamu” dengan pengulangan kata kerja “taatilah”. Ini menunjukkan bahwa ulil amri tidak ditaati dengan sendirinya. Akan tetapi mereka ditaati hanya pada perkara-perkara ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini juga menunjukan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul-Nya. Ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sungguh ia taat kepada Allah, karena Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memerintahkan yang bukan termasuk ketaatan kepada Allah, karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ma’shum (terjaga) dari yang demikian itu. Berbeda halnya dengan penguasa, mereka terkadang memerintahkan kepada yang bukan ketaatan kepada Allah (maksiat), maka tidak boleh ditaati kecuali pada perkara-perkara yang merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun perintah untuk taat kepada penguasa walaupun mereka berbuat zhalim, karena keluar dari ketaatan kepada mereka akan mengakibatkan kerusakan yang berlipat ganda dibanding kezhaliman mereka, bahkan sabar dalam menghadapi kezhaliman mereka akan menghapus kesalahan dan dosa dan menyebabkan pahala dilipatgandakan. Karena Allah tidak akan menjadikan mereka sebagai pimpinan kita, kecuali dengan sebab perbuatan kita sendiri, karena balasan adalah sesuai dengan perbuatan. Maka tidak ada jalan lain bagi kita kecuali beristighfar, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan kita. Allah berfirman : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura : 30). Allah berfirman : “Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sevagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS. Al-An’am : 129). Maka apabila rakyat menginginkan keselamatan dari keburukan pemimpin yang zhalim, hendaklah mereka meninggalkan kezhaliman. (Silahkan lihat Syarah Aqidah ath-Thahawiyah 380-381).
i. Jihad terhadap para pemimpin kaum muslimin. Yang demikian itu dapat dilakukan dengan cara menyampaikan nasehat kepada mereka dan kepada seluruh jajarannya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama adalah nasehat. Kami (para sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya”. (HR. Muslim). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : “Seutama-utama jihad adalah menyampaikan kalimat kebenaran di sisi pemimpin yang zhalim.” (Hadits hasan riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, juru selamat dari kezhaliman para hakim yang mereka dari bangsa kita yaitu dengan cara : Kaum muslimin bertaubat kepada Rabb mereka, memperbaiki akidah mereka dan membina diri serta keluarga mereka diatas islam yang murni. Sebagai bentuk perwujudan firman Alah ta’ala : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri“. (QS. Ar-Ra’d : 11). Dan ini pernah disinyalir oleh seorang da’i kontemporer dengan ungkapannya : “Tegakkanlah Negara Islam di dada-dada kalian, niscaya akan tegak di bumi kalian“. Demikian pula, dengan cara memperbaiki akidah dalam menegakkan bangunan di atasnya, yaitu masyarakatnya. Allah ta’ala berfirman : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur : 55). (Diringkas dari Kitab Ta’liqat’ala Syarhi Thahawiyah karya syaikh al-Albani)
Nasihat umum kepada seluruh kelompok
Saya sekarang sudah tua renta, umur saya sekarang telah mencapai 70 tahun, dan saya mengharapkan kebaikan bagi semua kelompok, oleh karena itu untuk mengamalkan hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Agama itu nasehat”, saya ingin menyampaikan beberapa nasehat ini :
- Agar semua kelompok berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk ketaatan terhadap firman Allah : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai-berai..”(QS.Ali Imran : 103). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Telah saya tinggalkan kepada kalian dua perkara, selama kalian berpegang teguh dengan kedudukannya, maka tidak akan tersesat, yaitu (kitabullah al-Qur’an dan sunnah Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (HR.Malik dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami).
- Apabila jama’ah-jama’ah yang ada berselisih, hendaknya mereka kembali kepada al-Qur’an dan hadits serta amalan para sahabat, Allah ta’ala berfirman : “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kemu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”(QS.An-Nisa : 59). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya.” (Hadits shohih riwayat Imam Ahmad).
- Hendaklah mereka memperhatikan dakwah tauhid yang menjadi prioritas dan pusat perhatian al-Qur’an. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya kepada tauhid dan memerintahkan para ssulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang kelompok tang satu ini dalam sabdanya : “Ketahuilah bahwasanya orang-orang sebelum kamu dariahabatnya agar memulai dengannya.Sesungguhnya saya telah masuk dan bergaul dengan kelompok-kelompok dakwah islam, dan saya lihat bahwa dakwah salafiyahlah yang konsisten dengan al-Qur’an dan sunnah menurut pemahaman salafus shaleh, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam para sahabatnya dan para tabiin. Dengan sungguh Ra ahlikitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua di dalam neraka dan yang satu di surga yaitu al-Jama’ah.” (HR.Ahmad dan dinyatakan holeh al-Hafidz Ibnu Hajar). “Semua di dalam neraka kecuali satu yaitu apa yang saya dan para sahabatku ada diatasnya.” (HR.Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani). Dalam hadits diatas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita, bahwasanya orang yahudi dan nasrani berpecah belah menjadi lebih banyak dari mereka, dan kelompok-kelompok yang banyak ini terancap masuk neraka, karena menyimpangnya dan jatuhnya dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya. Dan bawasanya hanya satu kelompok yang selamat dari neraka dan masuk surga, yaitu al-Jama’ah (kelompok yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah serta amalan para sahabat). Keistimewaan dakwah salafiyah adalah dakwah kepada tauhid, memerangi syirik, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan memperingatkan umat dari hadits yang dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu), serta memahami hukum-hukum syariat dengan dalil-dalilnya. Dan ini sungguh sangat penting bagi setiap muslim. Oleh karena itu, saya menasehati seluruh saudara-saudaraku kaum muslimin, agar senantiasa konsisten dengan dakwah salafiyah, karena dakwah tersebut adalah dakwah yang selamat dan kelompok yang mendapat pertolongan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan senantiasa ada dari umatku satu kelompok yang tanpak diatas kebenaran, tidak memudharatkan mereka orang yang menghinakan mereka sampai dating urusan Allah.” (HR.Muslim). Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk kelompok yang selamat dan mendapat pertolongan.
____________________
Note:
1. Dialihbahasakan oleh Abdurrahman Hadi Lc. Dari kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim”
2. Kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim oleh syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
3. Inilah gelar-gelar sufi atas orang-orang yang dianggap wali yang mewakili Allah di bumi (Abdal), menguasi daerah-daerah tertentu (Aqthab) atau yang biasa dimintai pertolongan (al-Ghauts)-ed.
Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Vol.6 No.6 Edisi 38 - 1429H
Rabu, Oktober 13, 2010
Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu, Dari Pengalaman Tarekat ke Manhaj Ahlus Sunnah
Ketika dia berumur 10 tahun, dia belajar di sekolah 'Darul Hufaz', selama 5 tahun menghafal al-Quran.
Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Halab yang dikenal dengan 'Kuliyah asy-Syariyyah at-Tajhiziyah' di bawah 'Al-Auqaf al-Islamiyah', sekolah tersebut mengajarkan ilmu-ilmu syariat dan moden.
Lalu dia melanjutkan pendidikan di 'Darul Mualimin' di Halab dan mengajar di sana sekitar 29 tahun. Kemudian dia meninggalkan dunia mengajar di Halab. Dan mengajar di Makkah al-Mukarramah. Lalu dia pergi ke Jordan untuk berdakwah dan menjadi Imam, Khatib dan pengajar al-Quran di sana.
Pada tahun 1400 H dia kembali ke Makkah dan mengajar di Darul Hadis al-Khairiyah' di Makkah.
Di antara guru-gurunya yang terkenal ialah Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albani dan Syeikh Abdul Aziz bin Baz.
Di antara kitab-kitab karyanya yang mulia yang digandakan (diperbanyak) oleh Al-Maktabah al-Islamiyah adalah: 'Takrimu al-Mar'ah Fi al-Islam', 'Aqidatu Kulli Muslimin Fi Sualin wa Jawabin', 'Taujihat Li Ishlahi al-Fardi wa al-Mujtama'", dan 'Minhaju al-Firqah an-Najiyah wa ath-Thaifah al-Mansurah', 'Kaifa Ihtadaitu Ila at-Tauhid wa ash-Shirati al-Mustaqim', dan 'Tafsir wa Bayan Li A'zhami Surati fi al-Quran, dan 'Qutuf min asy-Syamail al-Muhammadiyah, wa al-Akhlaq an-Nabawiyah' dan 'Al-Adab al-Islamiyah'.
Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah wafat pada hari Jumaat, 8 Oktober 2010/29 Syawal 1431 H. Jenazahnya disolatkan oleh jemaah di Masjidil Haram, Makkah setelah solat Isyak.
Semoga Allah meredhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya. Amin.
Berikut Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu menulis kisah hidupnya mengenai bagaimana dia menggapai jalan tauhid. Perjalanan kisahnya ini begitu indah dan menarik. Dan terdapat sebuah manfaat di dalamnya. Semoga kisah ini bermanfaat dan kita dapat mengambil pelajaran darinya.
Mengikuti Tarekat Naqsabandiyyah
Sejak kecil, saya selalu mengikuti pelajaran dan halaqah zikir di masjid. Suatu ketika, pemimpin tarekat Naqsabandiyyah melihatku, lalu ia mengajakku ke pojok masjid dan memberiku wirid-wirid tarekat Naqsabandiyyah. Namun, kerana usiaku yang masih belia, saya belum mampu membaca wirid-wirid itu sesuai dengan petunjuknya, tetapi saya tetap mengikuti pelajaran mereka bersama teman-teman saya dari pojokan masjid.
Saya mendengar lantunan qasidah dan nyanyian mereka, dan ketika sampai pada penyebutan nama syeikh mereka, dengan serta merta mereka meninggikan dan mengeraskan suara. Teriakan keras di tengah malam ini sangat menggangguku dan membuatku takut dan merinding.
Dan ketika usiaku semakin meningkat dewasa, salah seorang kerabat mengajakku ke masjid di daerah kami untuk mengikuti acara yang mereka namakan al-khatam. Kami duduk melingkar, kemudian salah seorang syeikh membagikan kepada kami batu-batu kecil dan berkata: "Al-Fatihah Asy-Syarif dan Al-Ikhlas Asy-Syarif”.
Lalu dengan jumlah batu-batu kecil itu kami membaca surah Al-Fatihah, surat Al-Ikhlas, istighfar dan selawat dengan bentuk bacaan selawat yang telah mereka hafal.
Di antara bentuk selawat yang saya ingat adalah:
اللّهُمَ صَلِّ عَلىَ محَُمَّدٍ عَدَدَ الدَّوَابِّ
“Ya Allah, berilah selawat untuk Muhammad sebanyak bintang melata”
Mereka membaca selawat ini dengan suara keras di akhir zikir. Dan selanjutnya, syeikh yang ditugaskan itu menutupnya dengan ucapan rabitha syarifah (ikatan mulia). Mereka mengucapkannya dengan tujuan membayangkan wujud syeikhnya saat menyebut namanya, kerana syaikh itulah –menurut mereka- yang mengikat mereka dengan Allah Azza wa Jalla.
Mereka merendahkan suara kemudian berteriak dan terbuai dalam kekhusyu’an, saat itu saya melihat salah seorang di antara mereka melompat ke atas kepala orang-orang yang hadir dari tempat yang tinggi kerana kesedihan yang mendalam bagaikan permainan sulap. Saya hairan dengan tingkah dan suara yang keras ini ketika menyebut nama syaikh tarekat mereka.
Suatu ketika saya berkunjung ke rumah salah seorang kerabatku dan mendengarkan lantunan nyanyian dari kelompok tarekat Naqsabandiyyah, yang berbunyi:
دَلُوْنِيْ بِاللهِ دَلُوْنِيْ # # # # # عَلَى شَيْخِ النَّصْرِ دَلُوْنِي
Tunjuki aku, demi Allah, tunjuki aku
Kepada syeikh penolong, tunjuki aku
اللَّي يُبْرِي العَلِيْلَ ##### وَيَشْفِي المَجْنُوْنَا
Syeikh yang menyembuhkan orang yang sakit
Dan menyembuhkan orang yang gila
Saya berdiri di depan pintu rumah, dan belum sempat masuk ke dalam, lalu berkata kepada tuan rumah: "Apakah syeikh itu yang menyebabkan orang yang sakit dan orang gila?”. Ia menjawab: "Ya, yang telah diberikan Allah Azza wa Jalla mukjizat menghidupkan orang yang mati, menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit sopak, tetapi ia tetap mengatakan “dengan izin Allah”.
Kemudian ia berkata kepadaku: "Dan syeikh kami juga melakukannya dengan izin Allah”. Lalu saya menyanggahnya: "Tetapi mengapa anda tadi tidak mengatakannya ‘dengan izin Allah’?”.
Kerana penyembuh yang sebenarnya adalah Allah Azza wa Jalla semata, sebagaimana perkataan Ibrahim ‘alaihi salam dalam Al-Qur’an:
{وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ} (80) سورة الشعراء
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (QS. Asy-Syu’ara: 80).
Pindah Ke Tarekat Syazaliyyah
Saya mengenal Syaikh dari tarekat Syazaliyyah yang memiliki penampilan dan akhlak yang baik. Terkadang ia datang berkunjung ke rumahku dan terkadang saya yang berkunjung kerumahnya. Saya kagum dengan kelembutan ucapan dan perkataannya serta ketawadhuan dan kedermawanannya. Saya meminta kepadanya wirid-wirid tarekat Syazaliyyah, lalu ia memberiku wirid-wirid khusus tarekat ini.
Meraka biasanya duduk-duduk berkelompok di pojok masjid yang dihadiri oleh beberapa orang pemuda. Di situlah mereka berzikir-zikir setelah solat.
Suatu ketika, saya datang bertandang kerumahnya. Saya melihat gambar-gambar para syaikh tarekat Syazaliyyah tergantung di atas dinding. Lalu saya mengingatkannya tentang larangan menggantungkan gambar-gambar. Tetapi ia tidak mengendahkan peringatan saya. Padahal hadis tentang itu sangat jelas, dan ia pun tahu itu, iaitu sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
إن البيت الذي فيه الصور لا تدخله الملائكة (رواه الترمذي)
“Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar, tidak akan dimasuki oleh para malaikat” (HR. At-Tirmizi, Hadis Hasan Sahih).
Kira-kira setahun kemudian, ketika dalam perjalanan umrah, saya ingin singgah mengunjungi syaikh ini. Lalu ia mengundangku untuk makan malam bersama anakku dan temanku.
Setelah selesai, ia bertanya kepadaku: "Apakah anda ingin mendengar nasyid-nasyid agama dari para pemuda itu?" Lalu saya menjawab: "Ya". Kemudian ia menyuruh para pemuda yang ada di sekelilingnya –sementara janggut menghiasi wajah mereka- untuk melantunkan nasyid itu. Lalu mereka mulai melantunkannya dengan satu suara. Ringkasan nasyid itu adalah:
من كان يعبد الله طمعا في جنة أو خوفا من ناره, فقد عبد الوثن
Barangsiapa yang menyembah Allah kerana ingin mendapatkan syurga atau kerana takut kepada Neraka, maka sesungguhnya ia telah menyembah berhala
Lalu saya berkata kepada orang itu: "Allah Azza wa Jalla menyebutkan satu ayat dalam Al-Quran yang memuji para Nabi, yang bunyinya:
{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ} (90) سورة الأنبياء
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami” (Al-Anbiya’: 90).
Kemudian Syeikh itu berkata kepadaku: "Bait syair ini adalah untuk Syeikh Abdul Ghani An-Nabulsi”.
Saya kembali bertanya: "Apakah perkataan syeikh lebih didahulukan atas firman Allah, sementara kedua perkataan itu bertolak belakang?”
Salah seorang yang mendendangkan lagu itu menjawab:”Sayidina Ali radhiallahu ‘anhu berkata: "Orang yang menyembah Allah karena ingin mendapatkan syurga adalah ibadahnya para pedagang”
Saya langsung menyanggah: "Di buku mana Anda menemukan perkataan Sayidina Ali radhiallahu ‘anhu ini? Apa benar beliau berkata seperti itu?”.
Kemudian orang itu diam…
Saya berkata kepadanya: "Apakah masuk akal, Ali radiallahu ‘anhu mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan al-Quran sementara beliau termasuk salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan termasuk di antara orang yang dikhabarkan masuk syurga?”.
Kemudian teman saya menoleh dan berkata:”Allah Azza wa Jalla menjelaskan sifat orang-orang mukmin dengan memuji mereka dalam firman-Nya:
{تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ} (16) سورة السجدة
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan” (QS. As-Sajdah: 16).
Tetapi tetap saja mereka belum puas dengan penjelasan ini.
Saya meninggalkan perdebatan dengan mereka, lalu pergi ke masjid untuk solat.
Salah seorang dari pemuda itu menemui kami dan berkata kepadaku:”Kami bersama kalian, kebenaran bersama kalian, tetapi kami tidak dapat berbicara atau mendabat syaikh”.
Saya lalu bertanya kepadanya:”Mengapa kalian tidak mengatakan yang haq?”
”Bila kami berbicara kepada mereka, kami akan dikeluarkan dari penginapan”, demikian ia menjawab.
Inilah cara umum orang-orang sufi.
Para syeikh orang-orang sufi memberi wasiat kepada murid-muridnya agar tidak membantah syaikh mereka, betapapun kesalahan yang mereka lakukan.
Mereka memiliki suatu istilah yang terkenal: Tidak akan beruntung bila seorang murid berkata kepada syaikhnya “mengapa?”.
Mereka sepertinya pura-pura tidak tahu sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
كل بني آدم خطاء وخير الخطائين التوابون (رواه أحمد و الترمذي).
“Setiap anak cucu Adam pasti melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat” (HR. Ahmad; At-Tirmidzi. Hasan Shahih).
Demikian juga dengan perkataan Imam Malik rahimahullah:
كل واحد يؤخذ من قوله ويرد إلا الرسول الله صلى الله عليه و سلم
“Setiap perkataan seseorang dapat diambil dan ditinggalkan kecuali perkataan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam”.
Majlis Selawat Untuk Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam
Saya pergi bersama beberapa orang Syeikh ke salah satu Masjid untuk menghadiri majlis ini. Lalu kami ikut dalam salah satu halaqah zikir, sementara mereka melakukannya sambil menari. Antara satu dengan yang lain saling berpegangan tangan. Menggerak-gerakkan tubuh dengan miring ke kiri dan ke kanan. Dengan suara yang ditinggikan dan direndahkan. Mereka menyebutkan kata-kata (الله…) (الله….).
Setiap orang dalam halaqah itu keluar menuju ke tengah lingkaran, kemudian memberi isyarat tangan kepada para hadirin supaya memberi semangat agar mereka yang menari semakin gesit dan bergerak memiringkan badan.
Ketika tiba giliranku, pimpinan mereka memberi isyarat kepadaku untuk ke tengah agar dapat menambah gerakan dan tarian mereka. Salah seorang syeikh yang bersama denganku memohon kepada pimpinan itu untuk membiarkanku karena fisikku yang lemah. Karena ia tahu bahwa saya tidak senang dengan perbuatan semacam ini. Ia menatapku diam dan tidak bergerak.
Pemimpin itupun membiarkanku dan memaklumi keenggananku keluar ke tengah lingkaran.
Saya mendengar bait-bait syair dengan suara indah. Tetapi isi syair itu tidak terlepas dari permintaan tolong dan bantuan kepada selain Allah.
Saya juga menyaksikan kaum wanita duduk di tempat yang agak tinggi menonton kaum lelaki. Salah seorang di antara wanita-wanita itu mutabarruj (tidak menutup aurat) dengan memperlihatkan rambut, betis, tangan dan lehernya. Saya berusaha mengingkarinya dalam hati, kemudian menyampaikan hal itu kepada pempinan majlis:”Wanita yang ada di atas itu tidak menutup auratnya, seandainya engkau mengingatkannya dan wanita-wanita yang lain agar mereka mengenakan jilbab di masjid, maka hal itu sungguh merupakan amalan yang baik”.
“Kami tidak mengingatkan kaum wanita dan tidak mengatakan sesuatu kepada mereka”, demikian kata pemimpin itu.
Saya menanyakan alasannya mengatakan hal itu, lalu dijawab:”Bila kami menasehati mereka, mereka tidak akan datang lagi untuk menghadiri majelis dzikir ini”.
Saya berkata dalam hati:”La Haula wa la quwwata illa billah (=Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), dzikir apa ini? Dimana kaum wanitanya nampak seperti itu dan tidak seorangpun yang menegur mereka. Apakah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam rido dengan keadaan seperti ini, sementara beliau bersabda:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده, فإن لم يستطع فبلسانه, فإن لم يستطع فبقلبه, وذلك أضعف الإيمان (رواه مسلم).
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu dengan lisannya, jika tidak mampu dengan hatinya, dan inilah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim).
Tarekat Qadiriyyah
Salah seorang mengundangku bersama syaikh yang mengajari saya ilmu nahwu dan tafsir. Kamipun pergi kerumah syaikh itu. Setelah selesai makan malam, orang-orang yang hadir kemudian berdiri, berzikir, melompat, goyang ke kiri dan ke kanan dengan menyebut lafaz ( الله…) ( الله…).
Saya hanya berdiri dan tidak bergerak, kemudian saya duduk di bangku hingga bagian pertama selesai.
Saya melihat keringat mereka bercucuran, kemudian mengambil handuk dan membersihkannya.
Ketika waktu sudah mendekati tengah malam, saya tinggalkan mereka dan pergi ke rumah.
Pada hari kedua, saya bertemu dengan salah seorang diantara merek. Ia juga seorang guru sepertiku. Saya katakana kepadanya:”Hingga kapan kalian melakukan ini?”
Ia menjawab:”Hingga jam dua, setelah lewat tengah malam, lalu kami menuju rumah untuk tidur”.
“Lalu bila kalian solat subuh?” Tanya saya selanjutnya
Ia menjawab:”Kami tidak sholat shubuh tepat pada waktunya, bahkan terkadang lewat begitu saja”.
Saya hanya dapat bergumam dalam hati:”Masya Allah, dzikir model apa ini yang telah melalaikan solat subuh?”.
Saya teringat dengan perkataan ‘Aisyah radiallahu ‘anha yang menceritakan keadaan Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam:
كان ينام أول الليل, ويحيي آخره (رواه البخاري؛ مسلم)
“Beliau selalu tidur pada awal malam dan menghidupkan akhir malam” (HR. Bukhari; Muslim).
Sementara orang-orang shufi ini melakukan hal yang sebaliknya. Mereka menghidupkan awal malam dengan perbuatan bid’ah dan mengisi akhir malamnya dengan tidur lalu melalaikan solat subuh.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
{فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ.الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ } (4-5) سورة الماعون
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya” (QS. Al-Maa’un: 4-5).
Maksudnya adalah mereka yang menunda sholat hingga waktunya terlewatkan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها (رواه الترمذي)
“Dua rakaat solat subuh lebih baik dari dunia dengan segala isinya” (HR. At-Tirmizi. Disahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Jamius Sahih).
Bertepuk Tangan Ketika Berzikir
Ketika saya di masjid dan halaqah zikir berlangsung setelah solat Jumaat, saya duduk menonton mereka. Dan agar mereka semakin semangat, salah seorang diantara mereka melakukannya dengan bertepuk tangan.
Lalu saya memberi isyarat kepadanya bahwa perbuatan itu adalah haram dan tidak boleh dilakukan, tetapi ia tidak berhenti bertepuk tangan.
Ketika selesai, saya menasehatinya, tetapi ia tidak menerima. Dan beberapa saat kemudian, saya menemuinya lagi untuk mengingatkannya, bahwa bertepuk tangan itu adalah termasuk perbuatan orang-orang musyrik sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla:
{وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً …} (35) سورة الأنفال
“Solat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan..” (QS. Al-Anfaal: 35).
Lalu ia berkata:”Tetapi syaikh fulan membolehkannya”.
Saya berkata dalam hati bahwa telah berlaku atas mereka firman Allah Azza wa Jalla:
{اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ } (31) سورة التوبة
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam…” (QS. At-Taubah: 31).
Ketika ‘Adiy bin At-Tha’iy radhiallahu ‘anhu mendengar ayat tersebut – ketika itu beliau masih dalam keadaan Nashraniy – ia berkata:”Wahai Rasulullah, kami tidak menyembah mereka”. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اليس يحلون لكم ما حرم الله فتحلونه, ويحرمون ما أحل الله فتحرمون؟ قال: بلى, قال النبي صلى الله عليه و سلم: فتلك عبادتهم (رواه الترمذي, البيهقي).
“Bukankah mereka (para rahib itu) menghalalkan untuk kalian apa yang Allah haramkan, lalu kalia menghalalkan juga? Dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, lalu kalian mengharamkannya juga? Ia barkata:Ya. Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:”Itulah bentuk penyembahan kepada mereka” (HR. At-Tirmizi; Al-Baihaqi. Hadis Hasan).
Kemudian saya menghadiri halaqoh dzikir lain, di masjid yang sama, dimana seseorang berdzikir sambil bertepuk tangan. Saya katakan kepada mereka setelah selesai:”Sesungguhnya suara Anda sangat indah, tetapi tepuk tangan ini haram hukumnya”. Lalu ia menjawab:”Alunan lagu yang kami nyanyikan tidak sempurna bila tidak disertai dengan tepuk tangan. Seorang syaikh yang lebih besar (alim) dari Anda pernah melihat saya melakukan ini dan ia tidak mengingkarinya (menegurku)”.
Jika kita memperhatikan, sebenarnya orang-orang yang melakukan dzikir seperti ini telah melakukan pengingkaran terhadap nama-nama Allah, karena menyebut ( الله, آه, هي, هو,يا هو)
Penggantian nama Allah dan penyimpangan ini hukumnya haram, dan karena itu maka orang yang melakukannya akan dihisab pada hari kiamat nanti.
Tarekat Mauliyyah
Di daerah saya terdapat kelompok lain yang terkenal dengan nama Tarekat Mauliyyah. Mereka bermarkas di masjid besar, tempat dimana sholat wajib didirikan. Di sana terdapat banyak kuburan yang ditutup dengan kain kelambu. Nisannya dihiasi dengan batu-batu marmer yang indah dan tinggi. Di atasnya tertulis ayat-ayat Al-Qur’an, nama orang yang sudah meninggal itu dan bait-bait syair. Kelompok ini menghadiri perayaan setiap hari Jum’at atau pada acara-acara tertentu dengan memakai topi yang panjang terbuat dari kulit berwarna abu-abu dan beberapa alat-alat musik yang mereka gunakan ketika berdzikir dapat didengarkan dari kejauhan. Saya melihat salah seorang dari mereka duduk di tengah lingkaran, kemudian berputar-putar sendirian di tempat itu, dilakukan berkali-kali dan tidak beranjak dari tempatnya. Mereka menundukkan kepala ketika memohon pertolongan kepada Syaikh mereka, Jalaluddin Ar-Rumi atau yang lainnya.
Yang sangat aneh adalah banyak di antara masjid-masjid di beberapa negeri Islam, termasuk masjid ini, yang menguburkan orang-orang mati di dalam Masjid, mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد يحذر ما صنعوا ( رواه البخاري )
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kiburan Nabi-nabi mereka sebagai masjid, perbuatan mereka mendapat peringatan” (HR. Bukhori).
Solat menghadap ke kuburan juga terlarang, berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
لا تجلسوا على القبور, ولا تصلوا إليها ( واه مسلم, أحمد )
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah kalian sholat menghadap kuburan” (HR. Muslim; Ahmad).
Adapun membangun kuburan secara permanent, lengkap dengan kubah, dinding, tulisan dan pengecatan, maka dengarlah larangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang itu:
نهى أن يخصص القبر وأن يبنى عليه ( رواه مسلم )
“Beliau melarang mengecat kuburan dan mendirikan bangunan di atasnya” (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain berbunyi:
نهى أن يكتب على القبر شيء ( رواه الترمذي)
“Beliau melarang menulis sesuatu di atas kuburan” (HR. At-Tirmidzi; Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Menggunakan alat musik di Masjid dan ketika dzikir adalah termasuk perbuatan bid’ah orang-orang sufi yang datang belakangan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang musik dalam sabdanya:
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف ( رواه البخاري )
“Akan datang pada ummatku kaum yang menghendaki dihalalkannya zina, sutrah, khamer, dan alat musik” (HR. Al-Bukhari; Abu Dawud dan di SHAHIH kan oleh Al-Albani dan lain-lain).
Dikecualikan dari alat musik ini, rebana yang dipukul pada hari raya ‘ied atau untuk kaum wanita pada acara pernikahan.
Kelompok ini berpindah dari satu Masjid ke Masjid lain untuk mengadakan apa yang mereka namakan An-Naubah yaitu dzikir yang disertai dengan alat musik. Mereka bergadang hingga larut malam, sehingga suara gaduh musik ini mengganggu penduduk daerah itu.
Saya mengenal salah seorang di antara mereka, ia memakaikan anaknya topi yang sering dipakai orang-orang kafir. Lalu dengan sembunyi-sembunyi saya mengambil topi itu dan merobeknya. Orang sufi itu tidak menerima perlakuanku dan marah kepadaku. Saya katakana kepadanya:Saya melakukan ini karena rasa ghirahku (=kecemburuan atas dasar Islam) terhadap anakmu yang memakai pakaian ala orang-orang kafir. Lalu saya minta maaf.
Orang Sufi ini memasang tulisan di ruang kerjanya:
يا حضرة مولانا جلال الدين
“ Wahai Hadhrah Maulana Jalaluddin”
Lalu saya bertanya kepadanya: Bagaimana anda memanggil Syaikh yang tidak mendengar dan tidak mengabulkan permintaan ini?
Dia hanya bisa diam membisu, tidak menjawab.
Inilah kesimpulan tentang Tarekat Mauliyyah.
Pelajaran Aneh Dari Seorang Syeikh Sufi
Suatu ketika, saya pergi bersama salah seorang Syeikh untuk mengikuti pelajaran di salah satu masjid. Di sana, orang-orang sudah berkumpul, baik guru-guru maupun para syaikh.
Mereka membaca sebuah buku berjudul Al-Hikam karya Ibn ‘Ajibah. Pelajaran mereka tentang “Mendidik jiwa menurut orang-orang sufi”.
Salah seorang diantara mereka membaca kisah aneh dari buku tersebut yang isinya:
Salah seorang dari golongan sufi masuk kamar mandi untuk mandi. Ketika orang sufi ini keluar dari kamar mandi tersebut, ia mencuri handuk yang khusus dipinjamkan oleh pemilik kamar mandi untuk orang yang mandi di tempat itu. Ujung handuk dibiarkan kelihatan, agar orang-orang memergokinya mencuri, kemudian mereka mengejek dan menghardiknya. Dengan tujuan menghinakan dan mendidik dirinya dengan cara-cara shufi. Dan ternyata, setelah ia keluar dari kamar mandi,pemilik kamar mandi tersebut mengejarnya dan melihat ujung handuk menyembul keluar dari balik pakaiannya, lalu iapun menghardik dan memukulnya. Orang-orang yang mendengarnya, melihat syaikh sufi yang mencuri handuk dari kamar mandi ini, lalu merekapun ikut menghardik, mengejek dan berbagai hal yang dilakukan orang-orang ketika memergoki seorang pencuri. Mereka mendapatkan gambaran yang jelek dari orang shufi ini.
Seorang laki-laki dari kalangan shufi ingin mendidik dan menghinakan dirinya. Lalu ia memikul sekarang buah-buahan yang disukai anak-anak. Lalu iapun pergi ke pasar dan berkata kepada setiap anak kecil yang lewat:”Ludahi wajahku, saya akan beri buah yang kamu sukai”. Lalu anak kecil itu meludahi wajah syaikh itu dan memberinya buah. Demikianlah ludah anak-anak kecil di jalan mampir ke wajah syaikh shufi ini, karena mereka menginginkan buah tersebut. Dan syaikh inipun semakin senang.
Ketika saya mendengar kedua kisah ini, aku hampir saja marah. Dadaku terasa sempit mendengarkan pendidikan salah yang tidak diajarkan agama Islam yang memuliakan manusia.
Allah Ta’ala berfirman:
{وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً} (70) سورة الإسراء
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isro: 70).
Saya berkata kepada syaikh yang bersamaku setelah keluar dari masjid itu:”Inikah cara orang-orang shufi mendidik diri mereka? Apakah pendidikan itu dengan cara mencuri, yang dalam hukum Islam dikenakan hukum potong tangan? Apakah pendidikan itu dengan melakukan perbuatan hina dan mencela atau melakukan hal-hal yang seharusnya ditinggalkan? Sesungguhnya agama Islam dan akal sehat yang memuliakan manusia melarang perbuatan semacam ini. Inikah hikmah-hikmah yang mereka pelajari dari buku yang mereka namakan dengan Al-Hikam karangan ibn ‘Ajibah itu?”.
Dan salah satu hal yang perlu diingat adalah syaikh yang memimpin pelajaran ini memiliki banyak pengikut dan murid.
Suatu ketika syaikh ini mengumumkan bahwa ia akan melaksanakan haji. Kemudian murid-muridnya datang untuk mencatat dan mendaftarkan nama-nama mereka untuk menemaninya melaksanakan haji. Bahkan kaum wanitapun banyak yang mendaftarkan diri dan mungkin diantara mereka yang terpaksa menjual perhiasannya untuk itu. Sehingga orang-orang yang berkeinginan melaksanakan haji semakin bertambah. Uang yang ia kumpulkan juga semakin banyak. Kemudian pada akhirnya ia mengumumkan bahwa ia urung melaksanakan haji, tetapi syaikh itu tidak mengembalikan uang yang terkumpul itu kepada pemiliknya, tetapi justru ia makan sendiri dengan cara yang haram.
Sungguh benar firman Allah Azza wa Jalla:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ} (34) سورة التوبة
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah…” (QS. At-Tubah: 34).
Saya mendengar dari salah seorang pengikutnya yang tergolong kaya dan banyak bergaul dengan syaikh itu, mengatakan bahwa syaikh itu adalah seorang dajjal dan penipu besar.
Zikir Ala Sufi Di Masjid
Suatu ketika, saya menghadiri halaqah zikir yang diadakan oleh kalangan sufi di masjid daerah yang saya tinggali. Lalu salah seorang diantara mereka yang memiliki suara yang indah maju ke depan untuk menyenandungkan bait-bait qsidah dan lagu-lagu di tengah halaqoh dimana orang-orang kampung berkumpul di saat zikir berlangsung.
Dan di antara syair yang saya ingat dari orang sufi ini adalah ungkapan:
يا رجال الغيب ساعدونا أنقذونا
Wahai orang yang ghaib, tolonglah kami, bantulah kami
Dan berbagai ungkapan itstighotsa (meminta pertolongan) lainnya. Padahal memohon pertolongan kepada orang-orang yang sudah meninggal dan tidak dapat mendengar adalah suatu bentuk kekafiran kepada Allah Azza wa Jalla. Walaupun mereka mendengar, tetapi mereka tidak dapat memenuhi permintaan. Bahkan mereka tidak dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri apalagi bagi orang lain.
Al-Quran telah memberikan isyarat akan hal itu dalam firman Allah Azza wa Jalla:
{… وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ.إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ } (13-14) سورة فاطر
“Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui” (QS. Faathir: 13-14).
Setelah keluar dari majelis zikir itu, saya berkata kepada syaikh imam masjid yang juga ikut dalam dzikir itu:”Sesungguhnya dzikir ini tidak pantas dinamakan dzikir, karena saya tidak mendengar nama Allah disebutkan. Dan juga tidak ada permohonan ataupun do’a kepada Allah. Saya hanya mendengar panggilan dan permohonan kepada orang ghoib. Siapakah orang ghoib yang dapat menolong, menyelamatkan dan membantu kita itu?”
Syaikh itu hanya diam membisu.
Bantahan paling jelas untuk mereka adalah firman Allah Azza wa Jalla berikut
{وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ ولا أَنفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ} (197) سورة الأعراف
“Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri” (QS. Al-A’rof: 197).
Suatu ketika, saya pergi ke masjid lain yang memiliki jumlah jama’ah yang lebih banyak. Di masjid itu terdapat seorang syaikh shufi yang memiliki banyak pengikut. Setelah sholat, mereka melakukan dzikir. Mereka mulai saling menjauh, menari-nari dalam berdzikir dan berteriak menyebut nama (الله, آه, هي…) Kemudian orang yang menyanyi itu mendekati syaikh yang mulai menari dihadapannya dan mengerak-gerakkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan bagaikan seorang biduan atau penari. Ia memuji syaikh itu, sementara sang syaikh hanya melihat kepadanya dengan senyum, penuh kerelaan…!!!
Pergaulan Orang Sufi Dengan Orang Lain
Saya membeli kedai dari salah seorang murid syeikh sufi, tapi dengan syarat, ia harus menjamin orang yang menyewanya sekarang ini, bila terlambat membayar sewanya, dan iapun setuju dengan syarat ini. Setelah beberapa hari kemudian, orang yang menyewa itu menolak membayar. Lalu saya complain ke pemilik pertama dimana saya membeli. Tetapi pemilik itu menolak membayar, dengan alasan tidak punya uang yang bisa dibayarkan. Beberapa hari kemudian, sang sufi ini, bersama dengan syaikhnya, berangkat melaksanakan haji. Saya kaget dengan kejadian itu, karena ia telah membohongiku. Lalu saya menyampaikan kepada murid-murid terdekat lainnya, perihal penipuan yang dilakukan oleh temannya itu dengan menjual toko kepadaku sementara orang yang menyewanya ketika saya membeli toko itu menolak membayar ongkos sewanya.
Ajan tetapi, diapun tidak dapat melakukan apa-apa. Dia hanya dapat berkata:”Apa yang dapat kami lakukan kepadanya?”. Padahal seandainya ia jujur, tentu ia akan memanggil orang itu dan memintanya mengembalikan hak orang lain.
Saya beberapa kali pergi ke pemilik pertama yang memberi tanggungan (orang shufi itu). Ia memiliki usahan menjahit. Dan ketika salah seorang murid syaikh yang pernah menyanyi dan menari di hadapannya melihatku. Ia langsung tahu bahwa saya datang mencari temannya itu. Disamping menyampaikan ulah temannya, saya juga memintanya agar menunjukkan kepadaku dimana temannya berada. Tetapi alih-alih ia membantuku dan jujur kepadaku, ia malah menghina dan menghujaniku dengan kata-kata kotor dan keji. Sayapun meninggalkannya dan hanya dapat bergumam dalam hati:”Inilah akhlak orang shufi, sementara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingati kita dalam sabdanya:
أربع من كان فيه كان منافقا خالصا, ومن كانت فيه خصلة منهن كانت فيه خصلة من النفاق حتى يدعها: إذا حدث كذب, وإذا وعد أخلف, وإذا عاهد غدر, وإذا خاصم فجر (رواه البخاري؛ مسلم )
“Ada empat sifat yang barangsiapa memilikinya maka ia murni termasuk orang munafik dan barangsiapa yang memiliki salah satu sifat itu, maka ia telah memiliki salah satu sifat orang munafik hingga ia meninggalkannya; Apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia mengingkarinya, apabila membuat perjanjian ia menghianati perjanjian itu dan apabila bersengketa ia berbuat dosa” (HR. Bukhari, Muslim).
Sumber:
Kaifa Ihtadaitu Ila at-Tauhid karya Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu
Minggu, Oktober 10, 2010
Perginya Syeikh Muhammad Jamil Zainu Rahimahullah
Sedih dan sebak sungguh hati saya di kala mendengar berita ini. Berita yang sangat mengejutkan. Seorang ulama' sunnah yang mulia dan sangat dikasihi telah mengadap Ilahi. Syeikh Muhammad Jamil Zainu Rahimahullah, pengajar di Darul Hadis Khairiyah, Makkah al-Mukarramah telah wafat pada hari Jumaat lalu, 8 Oktober 2010/29 Syawal 1431 H, setelah solat Isyak, jenazah Syeikh Muhammad Jamil Zainu disolatkan oleh jemaah di Masjidil Haram, Makkah.
Berita wafatnya baru saya ketahui melalui laman blog sahabat saya yang dikasihi di Indonesia iaitu akh Rikrik Aulia Rahman, http://rumahku-indah.blogspot.com/2010/10/hikmah.html
Nampak hadir di hari itu ramai alim ulama, para penuntut ilmu dan kaum muslimin. Suasana haru menyelimuti mereka kerana kehilangan al-alim rabbani al-kabir al-ustaz diusia yang ke 87 tahun, rahimahullahu.
Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu merupakan di antara murid Syeikh al-Albani yang paling saya minati dan kagumi peribadinya. Ilmunya sangat luas. Karya-karya yang dihasilkannya sungguh begitu indah dan bermanfaat sekali. Gaya penulisannya begitu hebat. Antara karyanya yang sangat saya minati ialah berjudul Qutufun Minas Syamail Muhammadiyah (Meniti Jejak-jejak Keperibadian Rasulullah) - Edisi bahasa Melayu dengan judul Mengenal Peribadi Rasulullah SAW terbitan Perniagaan Jahabersa.
Semoga Allah meredhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya. Amin.
Insya Allah, saya akan paparkan biografinya di entri akan datang.
Rujukan lain selain link blog sahabat saya di atas:
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=223872
http://alfirqatunnajiyyah.blogspot.com/2010/10/berita-wafatnya-syaikh-muhammad-bin.html
http://islammemo.cc/akhbar/arab/2010/10/09/108531.html?lang=en-us
Selasa, Oktober 05, 2010
Nasihatilah Manusia Walaupun Engkau Seorang Pendosa
Pandangan seperti itu adalah keliru dan bahayanya sangat besar, serta akan membuat syaitan gembira. Betapa tidak, kerana jika mesti menunggu sampai seseorang bersih dari dosa baru ia layak menasihati manusia, maka tidak ada seorangpun di muka bumi yang layak memberi nasihat setelah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tercinta.
Sebagaimana dikatakan seorang penyair:
إذا لم يعظ في الناس من هو مذنب
فمن يعظ العاصين بعد محمد
“Apabila seorang pendosa itu tidak menasihati manusia,
Maka siapakah yang akan menasihati orang-orang yang berdosa setelah Nabi Muhammad kita”.
Sa’id bin Jubair berkata: “Apabila seseorang tidak memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar, hingga ia menunggu dirinya bebas dari kesalahan, maka tidak akan ada seorangpun yang memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar”.
Imam Malik setelah mendengar perkataan Sa’id bin Jubair berkata: “Benar apa yang dikatakan Sa’id. Siapakah yang tidak memiliki sedikitpun dosa dalam dirinya?”.
Al-Hasan berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah: “Berilah nasihat kepada sahabat-sahabatmu”. Mutharrif menjawab: “Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku kerjakan”.
Al-Hasan berkata lagi: “Semoga Allah merahmati dirimu. Tidak ada seorangpun di antara kita yang melakukan semua yang diperintahkan Allah. Syaitan akan gembira apabila kita berfikir seperti itu sehingga tidak ada seorangpun yang memerintah kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari kemungkaran”.
Berkata Ibnu Hazm: “Apabila orang yang mencegah dari perbuatan keji mesti orang yang tidak memiliki kesalahan, dan orang yang memerintah kepada kebaikan mesti orang yang selalu mengerjakan kebajikan, maka tidak ada seorangpun yang mencegah dari yang mungkar dan tidak ada seorang pun yang mengajak kepada kebaikan setelah Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Semua nukilan diatas dapat ditemukan dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Quran: 1/367, al-Qurtubi).
Imam Nawawi berkata:
“Para ulama menyatakan bahawa tidak disyaratkan pada orang yang memerintah kepada kebaikan atau orang yang mencegah dari kemungkaran untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal. Tapi, ia mesti tetap mengajak kepada kebaikan walaupun ia memiliki kekurangan dalam hal yang ia ajak kepadanya, dan ia tetap mencegah kemungkaran walau ia terkadang mengerjakan apa yang ia cegah. Kerana sesungguhnya wajib pada dirinya dua perkara iaitu : mengajak dirinya sendiri ke arah kebaikan dan mencegah dari kemungkaran; dan mengajak orang lain ke arah kepada kebaikan dan mencegah mereka dari yang mungkar. Tidak boleh ia melalaikan salah satu dari dua perkara tersebut”.
(Syarah Sahih Muslim: 2/23, An-Nawawi).
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu saling menasihati dalam kebaikan.
Diolah dari:
http://faidah-ilmu.blogspot.com/2010/08/nasihatilah-manusia-walaupun-engkau.html